Minggu, 07 April 2013

Pendahuluan : Analisis Perbandingan Usahatani Padi Organik dengan Anorganik


A. Latar Belakang 

Indonesia merupakan negara yang memiliki iklim tropis yang cocok untuk kegiatan pertanian serta didukung dengan lahan yang luas dan subur. Sebagian besar penduduk Indonesia bekerja di sektor pertanian. Pertanian merupakan salah satu pendorong terbesar pertumbuhan perekonomian Indonesia. Pertanian juga digunakan untuk pemenuhan kebutuhan penduduk, terutama untuk kebutuhan pangan seperti padi. 

Provinsi Jawa Barat merupakan salah satu wilayah yang berperan sebagai lumbung padi nasional. Komoditas padi ini diupayakan peningkatan produksi dan produktivitasnya oleh pemerintah daerah Jawa Barat. Peningkatan yang dicapai selama ini diperoleh melalui penanaman varietas-varietas padi baru dan dengan menggunakan teknik bercocok tanam yang telah disempurnakan. Tetapi teknologi yang dilaksanakan pada umumnya masih bertumpu pada penggunaan pupuk kimia (anorganik) dan penggunaan pestisida kimia yang telah meninggalkan aspek kelestarian lingkungan (Plosorejo, 2009). 

Pertanian organik merupakan jawaban untuk membuat petani menjadi mandiri. Pertanian organik didefinisikan sebagai sistem produksi pertanian yang terpadu, dengan cara mengoptimalkan kesehatan dan produktivitas agro-ekosistem secara alami, sehingga menghasilkan pangan dan serat yang cukup, berkualitas, dan berkelanjutan (Anonymous dalam Widodo, 2008). Pertanian organik dalam pengelolaannya tidak menggunakan pupuk dan pestisida terbuat dari bahan kimia, melainkan dengan menggunakan bahan organik. Pupuk organik dapat dibuat sendiri oleh petani dengan biaya yang rendah. Begitu pula dengan sarana produksi. 

Kemampuan petani padi dalam mengelola usahataninya, pada saat ini cenderung semakin menurun, akibat dari dampak krisis ekonomi yang hingga kini masih dirasakan. Sarana produksi seperti benih, pupuk, dan obat-obatan terus meningkat harganya sehingga pembiayaan bagi penyediaan sarana produksi dan proses produksi semakin menurun. Hal ini menjadikan produktifitas padi semakin menurun dan akan mempengaruhi pendapatan serta kesejahteraan petani. 

Pada awal tahun 2010 pemerintah menaikan Harga Eceran Tertinggi (HET) pupuk bersubsidi sebesar 33,4%. Hal ini menyebabkan penurunan pendapatan petani. Kenaikan HET pupuk hanya menguntungkan pengusaha pupuk dan distributor-distributor pupuk tetapi tidak menguntungkan petani. Sekarang ini sudah saatnya petani lebih mandiri dalam memenuhi kebutuhannya. Pertanian organik merupakan jawaban untuk membuat petani menjadi mandiri. Pertanian organik didefinisikan sebagai sistem produksi pertanian yang terpadu, dengan cara mengoptimalkan kesehatan dan produktivitas agro-ekosistem secara alami, sehingga menghasilkan pangan dan serat yang cukup, berkualitas, dan berkelanjutan (Anonymous dalam Widodo, 2008). 

Pertanian organik dalam pengelolaannya tidak menggunakan pupuk dan pestisida terbuat dari bahan kimia, melainkan dengan menggunakan bahan organik. Pupuk organik dapat dibuat sendiri oleh petani dengan biaya yang rendah. Begitu pula dengan sarana produksi organik lainnya. Hal ini akan menurunkan biaya produksi yang dikeluarkan oleh petani, sehingga dapat meningkatkan pendapatan petani. 

Produksi padi organik sampai saat ini masih belum memenuhi permintaan pasarnya. Hal tersebut dikarenakan semakin meningkatnya kesadaran masyarakat akan pentingnya kesehatan dan pertumbuhan produksi padi organik yang masih lebih lambat dibandingkan pertanian anorganik, sehingga banyak permintaan akan beras organik, namun persediaan beras organik tersebut masih sedikit di pasaran (Widodo, 2008). 

Kabupaten Subang merupakan kabupaten yang memiliki areal lahan sawah terluas ketiga di Jawa Barat setelah Indramayu dan Karawang, sekaligus merupakan penyumbang / kontributor produksi padi terbesar ketiga di Jawa Barat. Luas lahan sawah pada tahun 2010 tercatat seluas 84.929 hektar atau sekitar 41,39% dari total luas wilayah Kabupaten Subang. Sementara jumlah produksi di Kabupaten Subang pada tahun 2010 yaitu 959.533 ton. (www.subang.go.id 2009) 

Hal ini menandakan bahwa Kabupaten Subang merupakan salah satu Kabupaten penghasil padi terbesar di Jawabarat, tapi dari data yang ada masih sedikit yang melakukan usahatani padi organik. 

B. Perumusan Masalah 

Petani padi di wilayah Jawa Barat masih banyak menggunakan sistem pertanian anorganik. Petani padi anorganik yang masih sangat bergatung pada sarana produksi seperti penggunaan benih yang tinggi, pupuk kimia pabrik, dan pestisida kimia. Ketergantungan ini menyebabkan petani anorganik semakin merugi. Hal tersebut dikarenakan setiap tahunnya harga pupuk kimia, dan pestisida kimia. Biaya produksi padi anorganik akan semakin meningkat sehingga menyebabkan pendapatan petani menjadi menurun. Sarana produksi tersebut sangat membantu petani padi anorganik dalam memperoleh hasil produksi padi yang cepat dan banyak. Permasalahan lainnya jika petani padi yang memiliki modal kecil hanya dapat membeli sarana produksi semampunya, sehingga kualitas produksi padi yang dihasilkan pun menjadi kurang baik. 

Salah satu upaya untuk mengatasi permasalahan pertanianan organik dengan mengubahnya menjadi pertanian organik. Pertanian organik menggunakan sarana produksi seperti benih yang digunakan sedikit, pupuk organik, dan pestisida organik. Pertanian organik ini membuat petani menjadi mandiri karena dapat membuat sarana produksi sendiri dengan menggunakan bahan-bahan organik yang mudah didapat seperti kotoran ternak dan limbah pertanian sebagai pupuk, serta tumbuhan-tumbuhan sekitar sebagai pestisida nabati. Akibatnya pertanian organik juga dapat menekan biaya produksi dan petani pun dapat meningkatkan pendapatannya. 

Penelitian dilakukan di Kelompok tani Mekarsari Desa Jati Kecamatan Cipunagara Kabupaten Subang. Kecamatan Cipunagara merupakan pengahasil padi terbesar keempat di Kabupaten Subang setelah Ciasem, Patokbeusi, dan Compreng. Pada tahun 2009 Kecamatan Cipunagara menghasilkan 66.328 ton padi dengan Luas Panen 11.161 ha. (Subang Dalam Angka 2009). 

Terdapat dua jenis pertanian padi di desa tersebut. Pertanian anorganik dan pertanian organik. Pertanian organik di Desa Jati tergabung dalam Kelompok Tani Mekarsari yang dipimpin oleh Suta Suntana dengan luas lahan 70 ha. 

Kelompok Tani Mekarsari merupakan salah satu kelompok tani yang ada dalam Gabungan Kelompok Tani (Gapoktan) Jati Jaya, berdiri sejak tahun 1998 di Kampung Talaga 21 M dpl dengan lahan seluas 70 ha. Kelompoktani yang memiliki anggota sebanyak 76 orang ini menggunakan sistem pertanian Pengelolaan Tanaman Terpadu (PTT) dengan sistem pengairan setengah teknis. 

Kegiatan yang dilakukan Mekarsari diantaranya adalah memproduksi dan mengembangkan padi organik dengan hasil produksi berupa beras organik sejak tahun 2005, memproduksi kompos arang sekam, mengembangkan Corynebacterium, membangun pusat layanan masyarakat yaitu Klinik Tanaman dan Laboratorium Pengendalian OPT pada tahun 2008, dan melakukan perbanyakan Microorganisme Lokal (MOL) dan pestisida nabati. 

Berdasarkan uraian di atas, permasalahan yang dapat dikaji adalah sebagai berikut: 

1. Bagaimana pola tanam padi secara organik dan anorganik di Kelompok tani Mekarsari Desa Jati Kecamatan Cipunagara? 

2. Bagaimana perbandingan efisiensi usahatani padi organik dengan anorganik dilihat dari sisi biaya produksi dan pendapatan di Kelompok tani Mekarsari Desa Jati Kecamatan Cipunagara? 

3. Bagaimana perbandingan pendapatan usahatani padi organik dengan anorganik di Kelompok tani Mekarsari Desa Jati Kecamatan Cipunagara ? 

C. Tujuan Penelitian 

Berdasarkan permasalahan yang telah yang telah dirumuskan di atas, maka tujuan dari penelitian ini adalah: 

1. Mempelajari Pola Tanam Pertanian Organik dan Anorganik di Kelompok tani Mekarsari Desa Jati Kecamatan Cipunagara. 

2. Menganalisis perbandingan efisiensi usahatani padi organik dengan anorganik dilihat dari sisi biaya produksi dan pendapatan di Kelompok tani Mekarsari Desa Jati Kecamatan Cipunagara. 

3. Mengetahui perbandingan pendapatan usahatani padi organik dengan anorganik di Kelompok tani Mekarsai Desa Jati Kecamatan Cipunagara. 


D. Manfaat Penelitian 

Sehubungan dengan tujuan yang telah ditetapkan, maka hasil penelitian ini diharapkan dapat: 

1. Memberikan informasi kepada petani sebagai pertimbangan dalam upaya meminimumkan biaya produksi dan meningkatkan pendapatan dari usahatani padi. 

2. Memberikan manfaat bagi pembaca, baik sebagai tambahan pengetahuan maupun sebagai informasi untuk melaksanakan studi yang relevan di masa mendatang. 

E. Ruang Lingkup Penelitian 

Penelitian dilakukan di Kelompok tani Mekarsari Desa Jati Kecamatan Cipunagara, Kabupaten Subang. Penelitian ini dilakukan dengan pendekatan analisis usahatani yang membandingkan efisiensi usahatani padi organik dan anorganik yang dilihat dari sisi biaya produksi dan pendapatan. Data dalam penelitian ini diambil melalui pendekatan survey lapang. 

Data-data didapat dari hasil survey lapangan terhadap 15 orang responden anggota kelompok tani Mekarsari yang menerapkan usahatani padi organik dan 15 orang dari responden anggota kelompok tani yang menerapkan usahatani konvensional atau anorganik. Survey dilakukan terhadap input, output, hasil atau penerimaan hingga R/C ratio dari tiap responden dengan usahatani yang dilakukan. 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar