Selasa, 17 Mei 2016

ANTARA ATURAN DAN REKOMENDASI DOSIS PEMUPUKAN PADA TANAMAN PADI

Pernah terjadi perdebatan antara aturan dosis / takaran pemupukan pada tanaman padi yang mana mengacu pada 5:3:2 (500kg/ha Petroganik, 300kg/ha Phonska, dan 200kg/ha urea) dengan ilmu pengetahuan petani. Menurut aturan pemerintah dosis pupuk untuk tanaman padi mengacu pada 5:3:2 tetapi penerapan di lapang sering tidak sesuai dengan aturan tersebut, akibatnya penyerapan pupuk tidak sesuai dengan RDKK(rencana definitif kebutuhan kelompok) mengenai pengajuan pupuk bersubsidi sesuai dengan luasan hamparan pada kelompok tersebut. Penyerapan pupuk pada pengecer bisa melebihi jumlah yang sudah tertera pada RDKK atau bahkan malah kurang dari RDKK. Ternyata ketidak sesuaian penyerapan pupuk bersubsidi terhadap RDKK memiliki dampak yang besar bagi pemangku kebijakan, terutama dinas yang mengurusi bagian pupuk dan produsen maupun distributor. Di depan karung pembungkus pupuk pada pupuk bersubsidi tertera tulisan "barang dalam pengawasan" karena memang anggraan negara untuk mensubsidi pupuk tersebut sangatlah besar, jika harga pupuk bersubsidi jenis urea Rp.1.800/kg , untuk non subsidi mencapai Rp.4.375/kg, subsidi pemerintah Rp.2.575/Kg padahal aturan 200kg/Ha. Sehingga uang yang dikeluarkan pemerintah untuk pupuk urea Rp. 515.000/Ha. Nilai yang cukup besar, nilai yang besar tersebutlah yang membuat permasalahan jika tidak terserap dengan sempurna. Khusus untuk penyerapan urea saya menemukan beberapa permasalahan dalam penyerapannya, antara lain disebabkan oleh :
1. Musim tanam
Pada musim tanam pertama / sewaktu hujan turun begitu banyak, penggunaan urea dapat menebabkan gagal panen karena kandungan N yang terlalu besar 46%, sedang air hujan juga memiliki kandungan N yang tinggi. Tanaman padi yang mendapatkan terlalu banyak unsur N akan mudah terserang penyakit seperti patah leher (blas) dan disukai hama. Sehingga kemungkinan gagal panen akan semakin tinggi. Mengantisipasi hal tersebut petani biasa menggunakan Phonska tanpa menambah Urea, atau menggunakan Phoska dan ZA sebagai pengganti urea, karena kandungan N pada pupuk ZA lebih rendah. Hal tersebut membuat penyerapan pupuk urea tidak sesuai dengan RDKK, sebaliknya penyerapan pupuk ZA yang secara aturan pemerintah hanya boleh digunakan pada tanaman holtikultura malah dipergunakan untuk tanaman pangan. Kalau di lihat dari jumlah penyerapan ZA yang bertambah sedangkan luas tanaman holtikutura tidak bertambah maka terjadi penyimpangan aturan yang telah dibuat oleh pemerintah. Sebenarnya penggunaan pupuk ZA tersebut tidaklah salah menurut ilmu pengetahuan, karena ZA memang sangat bagus apalagi untuk tanah-tanah sawah yang dalam/berlumpur. Tetapi tidak sesuai dengan RDKK karena didalam RDKK ZA untuk tanaman holtikultura. Maka perlu adanya aturan baru untuk mengatur dosis pupuk dan jenis pupuk pada setiap musim tanam.  
2. Tingkat kesuburan tanah
Tanah yang subur menggunakan urea sesuai aturan 200kg/Ha pada musim kemarau sangatlah mungkin, atau bahkan malah kurang dari anturan bisa saja terjadi jika kesuburan tanahnya sangat tinggi sehingga tanaman produksinya tetap naik. Tetapi untuk tanah yang kurang subur dosis pemberian pupuk urea akan semakin meningkat melebihi aturan baku 200kg/ha. Hal ini sangat banyak ditemui dilapang yang menyebabkan penyerapan urea pada tanah-tanah yang kurang subur meningkat.
3. Harga
Selain karena kandungan N pada pupuk ZA yang lebih rendah dibandingakan dengan urea, pada musim penghujan petani banyak yang memilih ZA karena harganya lebih murah. HET pupuk bersubsidi pada tahun 2016 untuk pupuk ZA Rp.1.400/kg sedangkan urea Rp.1.800/Kg, lebih murah Rp.400 membuat petani lebih tertarik menggunakan ZA untuk tanaman padinya pada musim penghujan.
4. Kondisi keuangan petani
Kalau kita melihat dan menghitung analisa usaha petani dengan kepemilikan lahan 1.000m2 untuk tanaman padi jika berproduksi standar sekitar 600kg gabah kering panen dengan harga Rp.3.700/kg= Rp.2.220.000,- pendapatan kotor selama 1 musim(4bulan), belum dikurangi biaya pupuk, jika sesuai aturan Petroganik(50xRp.1.500)+Phoska(30xRp.2.300)+urea(20xRp.1.800)= Rp.180.000 ditambah biaya pengolahan lahan, biaya benih, biaya tanam dan obat-obatan. Petani kira-kira hanya mendapatkan Rp.1.500.000/4bulan sedangkan kebutuhan rumah tangga juga banyak, belum lagi harus menyiapkan unag untuk pengolahan tanah dan pembelian benih musim tanam selanjutnya. Akibatnya ketika sudah saaatnya melakukan pemupukan sering petani tidak memiliki uang untuk membelinya, padahal pupuk tersebut telah disubsidi. Itu merupakan gambaran untuk petani dengan luas lahan 1.000m2 yang mana banyak kita jumpai di lapang. Sangat sedikit petani dengan penguasaan lahan yang luas.

Pada akhirnya pemerintah sebagai pemangku kebijakan perlu juga melihat kondisi di lapang, penerapan aturan harus disesuaikan dengan kondisi petani dan kenyamanan petani dalam melakukan budidaya tanaman padi, jangan sampai penerapan aturan yang kaku malah membuat produksi petani menurun. Aturan pemberian dosis pupuk 5:3:2 mungkin lebih tepat disebut sebagai rekomendasi, tetapi perlu juga di kaji ulang mengenai pembuatan RDKK yang harus sesuai dengan kondisi nyata di lapangan dan musim tanam dengan takaran pupuk yang berbeda karena jenis tanaman yang berbeda pula. Petani sekarang pintar, bisa belajar dari pengalaman tetapi perlu juga diingatkan sudah saatnya untuk melakukan cara bertani sehat dengan mengurangi penggunaan input kimia dan meningkatkan kesuburan tanah dengan penambahan bahan-bahan organik. Semoga nanti lahan pertanian bisa diwariskan kepada anak cucu dengan produksi yang semakin meningkat.    

Selasa, 10 Mei 2016

MUSUH ALAMI HAMA DAN PENYAKIT PADA TANAMAN PADI

Jika kita berkunjung ke lahan petani sering kita dapatkan bahwa sebenarnya cara bertani secara konvensional masih menjadi kebiasaan.
Alam sangatlah unik, semua diatur dalam keharmonisan dan keseimbangan. Hanya saja manusia memang memiliki sifat yang serakah, segala sesuatu ingin berjalan seperti yang dikehendaki tanpa memalui proses, atau bisa dikatan secara instan. Segala sesuatu yang mencoba merubah tatanan di alam tentusaja akan memiliki resiko yang besar, mungkin tidak dirasakan pada saat sekarang, tetapi beberapa tahun atau puluhan tahun yang akan datang dampaknya akan terasa, dan berbagai uapaya untuk mengembalikan menjadi semula akan sangat sulit.
Pengendalian hama dan penyakit tanaman padi menurut anjuran dari petugas penyuluh pertanian adalah hendaknya dilaukan secara terpadu, maksud dari terpadu ini adalah tidak hanya menggunakan satu cara saja, tetapi ada tahapan-tahapan sebelum memilih menggunakan pengendalian dengan kimia. Seperti telah diketaui bahwa penggunaan obat-obatan kimia / pestisida kimia memiliki dampak yang tidak baik untuk lingkungan maupun untuk petani sendiri, oleh karena itu perlu dilakukan langkah-langkah pencegahan agar tanaman padi yang telah ditanam oleh petani tetap tumbuh dengan baik dengan ganguan dari hama dan penyakit yang sedikit atau bahkan tidak ada. Pencegahan yang dapat dilakukan di sini adalah dengan mengenal musuh-musuh alami hama dan penyakit tanaman padi, dengan kita mengetahui musuh-musuh alami tersebut maka bisa kita jaga keseimbangan yang ada di lahan pertanian.
Jika di survey di lahan pertanian langsung dan bertemu dengan petani, saya yakin petani sudah mengetahui musuh-musuh alami hama pada tanaman padi tetapi tidak semua, sehingga ada beberapa hewan yang sebenarnya merupakan musuh alami tetapi malah dibunuh, demikian pula sebaliknya ada beberapa hewan yang merupakan hama tetapi petani tidak mengetahuinya. Hal yang lebih sulit adalah mengetahui musuh alami dari penyakit pada tanaman padi, karena sedikitnya pengetahuan dan pengamatan dilahan. Semoga tulisan saya ini bisa membantu petani dalam mengidentifikasi musuh-musuh alami pada tanaman padi sehingga cara pengendalian hama dan penyakit secara terpadu dapat dilaksanakan demi kesejahteraan anak dan cucu kita kelak.
Musuh-musuh alami hama dan penyakit pada tanaman Padi dapat dikategorikan kedalam 3 macam, yaitu :
1. Predator :  predator merupakan golongan makhluk hidup yang paling penting sebagai pengendali kehidupan organisme pada tanaman padi, tiap predator akan memakan banyak mangsa dalam hidupnya. Predator memiliki bentuk yang mudah dilihat walaupun kerap kali ada beberapa yang masih sulit dibedakan dengan hama yang banyak terdapat di sekitar tanaman padi. Beberapa jenis predator seperti kumbang kubah, laba-laba, dan kumbang tanah mencari mangsa seperti wereng daun, wereng batang, larva dan ngengat penggerek batang serta ulat pemakan daun di pertanaman padi. Laba-laba lebih menyukai mangsa yang bergerak walaupun ada beberapa yang dapat menyerang kelompok telur. Banyak jenis laba-laba berburu mangsanya pada malam hari, sementara jenis yang lain membuat jala perangkap kemudian dikumpulkan ke dalam jala perangkap tersebut sepanjang malam dan siang hari. Banyak jenis kumbang, diantaranya belalang predator dan jangkrik ternyata lebih menyukai mangsa berupa telur serangga. Tidak jarang dijumpai bahwa 80-90% telur hama tertentu menjadi makanan predator. Seekor laba-laba pemburu dewasa dapat menyerang 5-15 wereng batang padi cokelat setiap hari. Kebanyakan pada tahap menjelang dewasa dan dewasa, predator memangsa serangga hama lebih banyak karena untuk perkembangan hidupnya. Predator lain seperti kepinding air buas hidup pada permukaan air sawah apabila pada waktu serangga hama seperti wereng, larva kecil penggerek batang dan penggulung daun sedang berpencar, sehingga banyak yang terjatuh dipermukaan air dan kemudian diserang oleh kepinding air buas atau predator lainnya.  
Predator cenderung merupakan pemangsa yang umum dan sering juga menyerang spesies serangga berguna lainnya. Hal ini dapat terjadi terutama bila jumlah makanan yang tersedia terbatas. Namun pada umumnya predator akan memangsa jenis serangga yang paling melimpah dijumpai pada pertanaman seperti serangga-serangga hama tanaman. Perlu disadari bahwa serangga hama pada jumlah tertentu, selama tidak merugikan secara ekonomis adalah baik untuk memelihara adanya populasi predator, sehingga dapat mencegah ledakan hama yang dapat menimbulkan kerusakan.
Untuk membiakkan secara masal predator dan kemudian dilepaskan di sawah diperlukan biaya yang sangat mahal. Hal ini tidak perlu dilakukan karena sudah banyak predator ada di sawah petani. Predator-predator tersebut perlu dijaga keberadaannya, antara lain dengan cara mengurangi penggunaan insektisida yang memiliki daya racun luas. Penggunaan insektisida sebaiknya dipilih yang meracuni hama tanpa meracuni predator.
macam-macam serangga predator dapat dilihat di sini 
Kumbang Kubah ( Menochilus sexmaculatus )
2. Parasit : Serangga parasit umumnya memiliki inang yang lebih khas apabila dibandingkan dengan predator. Pada umumnya serangga parasit lebih kecil dan sukar dilihat dengan mata kita, kecuali jenis parasit yang berukuran besar dan berwarna cerah. Namun perlu diingat parasit memiliki perana  yang penting dalam mengendalikan jumlah hama.
Bila predator memerlukan beberapa mangsa untuk melengpai perkembangannya, umumnya parasit hanya memerlukan seekor serangga inang. Parasit meletakkan telurnya secara berkelompok atau sendiri-sendiri pada tubuh inang, di dalam atau di dekat inangnya. Bila satu telur parasit menetas dan menjadi dewasa maka inangnya akan segera mati. Satu jenis hama dapat diserang oleh banyak jenis parasit. Parasit dapat menyerang telur, larva, nimfa, kepompong atau inang dewasa. Mereka bekerja lebih efektif pada saat jumlah inang berlebihan. Berbeda dengan predator, parasit tetap dapat menemukan inangnya meskipun tingkat kepadatan inangnya rendah.
Tabuhan ( Tetrastichus schoenobii )

 3. Patogen : Berbagai jasad renik dapat menyebabkan infeksi dan membunuh hama pada tanaman padi. Kelompok jasad renik utama adalah cendawan, virus dan bakteri. Nematoda dan beberapa organisme lain juga ada yang bersifat demikian. Cendawan sejauh ini merupakan patogen yang paling penting pada beberapa wereng daun dan wereng batang padi. Virus dan cendawan sering mengendalikan ulat hama, dari kelompok ini yang paling penting adalah virus nuklear poli hidrolis dan virus granulosis. Ulat-ulat yang terinfeksi virus berhenti makan dan tubuhnya berisi semacam cairan. Tubuhnya menjadi lembek dan kemudian mati, sering kita lihat bergantung pada tanaman padi. Virus semacam ini dilaporkan hampir ada pada setiap hama ulat di tanaman padi. Cendawan Nomuraea rileyi merupakan cendawan yang sangat penting dalam mengendalikan hama ulat pemakan daun, dalam beberapa keadaan hama ulat pemakan daun tidak pernah mencapai kerusakan ekonomis disebabkan karena adanya cendawan tersebut. Penyakit atau patogen hama dapat diproduksi secara masal dengan biaya murah dalam bentuk cairan atau tepung, yang pelaksanaannya dilapang dapat disemprotkan seperti kita menggunakan insektisida biasa. Macam-macam patogen dapat di lihat di sini
   
cendawan Nomuraela rileyi

Minggu, 01 Mei 2016

Cara Pembuatan Pupuk Bokashi Cair

Cara pembuatan pupuk Bokashi Cair Yang Mudah
Berikut adalah cara pembuatan Pupuk Bokashi Cair yang mudah dan praktis:

Bahan-bahan : (untuk pembuatan 200 liter EM bokashi cair)
  1. EM4   : 1 liter
  2. Molase/gula : 1 liter/ 250 gr
  3. Pupuk kandang (ayam/domba)  : 30 kg
  4. Dedak/ bekatul  : 20 kg
  5. Air tanah/ sumur
  6. Drum / ember plastic (kapasitas 200 liter)

Cara Pembuatan :
  1. Isi ½ drum dengan air tanah/sumur.
  2. Pada tempat yang terpisah, larutkan molase 1 liter/gula 250 gr ke dalam 1 liter air tanah/sumur.
  3. Masukan molase dan EM4 ke dalam drum dan aduk perlahan sampai merata.
  4. Masukan pupuk kandang dan aduk perlahan agar larutan terserap oleh pupuk kandang.
  5. Tambahkanair tanah/sumur sampai isi drum penuh, aduk perlahan lalu tutup drum tersebut rapat-rapat.
  6. Lakukan pengadukan secara perlahan setiap pagi selama 4 hari (cukup 5 x putaran pengadukan setiap harinya), setelah diaduk biarkan air larutan bergerak tenang lalu drum segera ditutup kembali.
  7. Setelah 4 hari, EM Bokashi Cair siap untuk digunakan.

Cara penggunaan
Untuk 1 liter Em Bokashi Cair dicampur dengan 5 – 10 liter air tanah/sumur.
Dosis penggunaan Em Bokashi Cair setelah diencerkan : a. untuk tanaman sayuran : 250 ml/tanaman setiap 1 minggu sekali, b. Tanaman buah : 5 – 10 liter/tanaman setiap 1 minggu sekali.