Kamis, 07 September 2017

KEBUTUHAN AIR PADA TANAMAN PADI

Dalam budidaya tanaman padi air merupakan unsure yang sangat menunjang keberhasilan budidaya, selain hara udara dan sinar matahari. Kebutuhan air pada tanaman padi bisa dikatakan sangat banyak dibandingkan dengan palawija. Mulai dari pengolahan lahan hingga penanaman dan pemeliharaannya tidak lepas dari air yang cukup banyak. Munculnya gerakan pelestarian lingkungan yang salah satunya adalah melakukan penghematan pemakaian air, maka sudah saatnya budidaya padi menerapkan pengairan yang hemat air, yang ternyata mampu meningkatkan produksi tanaman karena adanya kesempatan akar menyerap oksigen lebih banyak. Perlu di ingat bahwa tanaman padi dalam budidayanya membutuhkan air tetapi bukan tanaman air sehingga system pengairan yang boros dengan cara menggenangi areal lahan malah bisa menurunkan produksinya.

1.      Konsep Hemat Air dalam Budidaya Padi Sawah
Teknologi  hemat air dapat diartikan sebagai upaya pemanfaatan air dari berbagai sumber terutama air gravitasi pada petak usahatani padi sawah agar terjamin produktivitas, efisiensi dan produksi yang meningkat secara berkelanjutan. Teknik hemat air dalam budidaya padi sawah dapat ditempuh pada tahapan persiapan lahan dan selama pertumbuhan tanaman bahkan pada fase menjelang panen.  Teknik hemat air dapat dilakukan dengan cara perbaikan atau penyesuaian teknik budidaya dengan cara perbaikan atau penyesuaian teknik budidaya dengan potensi sumber daya air setempat dan melalui inovasi cara pemberian air.
Prinsip dari konsep hemat air dalam budidaya padi sawah penting atas dasar pertimbangan bahwa : a) ketersediaan air semakin terbatas, b) kemarau panjang akibat El-Nino (anomali iklim), c) intensifikasi tanam masih rendah, d) efisiensi pemanfaatan air masih rendah, e) pendistribusian air antara wilayah hulu dan hilir bahkan antar golongan air masih terdapat kesenjangan yang tinggi dan f) efisiensi masukan (input) produksi sangat ditentukan oleh cara pengelolaan air yang tepat.
Di dalam praktek teknik hemat air  mudah dilaksanakan pada kondisi : a) pemilihan varitas yang berumur genjah, b) kalender tanam dalam suatu hamparan tersier seragam, c) waktu dan cara pengolahan tanah yang sesuai dengan jadwal pemberian air, d) pengaturan penggenangan air menurut fase pertumbuhan tanaman baik tinggi dan durasinya (kondisi pasokan air normal), e) penerapan pergiliran air (kondisi pasokan air di bawah normal), f) pemeliharaan pematang termasuk kerapatan pematang dalam luasan tertentu dan g) drainase permukaan terutama pada musim hujan.
Teknik hemat air mempunyai sasaran utama yaitu produktivitas  air (perbandingan antara hasil gabah dan konsumsi air total) yang lebih tinggi dari pada produktivitas air dengan cara pemberian kontinyu. Ada dua strategi dalam perbaikan produktivitas air : a) hasil gabah meningkat dengan konsumsi air total tetap atau b) hasil gabah meningkat dengan konsumsi air total berkurang. Peningkatan hasil dapat ditempuh melalui perbaikan komponen teknik budidaya,  input air dan penurunan konsumsi air total. Hal tersebut dapat pula ditempuh melalui reduksi evaporasi, perkolasi dan rembesan di petakan usahatani.
Selang 4 (empat) hari pemberian merupakan batas kritis waktu pemberian air untuk varietas padi sawah dan batas jenuh lapangan selama fase vegetatif dan pematangan tidak menurunkan hasil.  Selama fase reproduktif (primordia bunga sampai pembungaan) perlu pemberian air dengan genangan air dangkal 3 – 5 cm. Dalam kondisi kekurangan air,  pemberian air perlu diprioritaskan selama fase reprodutif (fase sensitif kekurangan air).
Penggenangan air terutama ditujukan untuk mengurangi tekanan investasi gulma (weed pressure) dan pengendalian beberapa hama tertentu, namun sebenarnya tanaman padi sawah tidak memerlukan genangan air untuk seluruh fase pertumbuhannya.  Penggenangan air yang dalam (di atas 15 cm) dan dalam jangka waktu yang lama dapat menciptakan kondisi tanah semakin masam,  ekstrim reduktif, ketersediaan hara mikro semakin berkurang, infeksi penyakit dan infestasi hama meningkat, kerebahan batang, laju perkolasi dan rembesan (pergerakan air lateral)  di petakan sawah meningkat dan sistem perakaran tanaman cepat rusak sehingga kapasitas penyerapan hara berkurang. Selain itu potensi kehilangan hara melalui pencucian dan aliran permukaan meningkat. Kondisi tanpa penggenangan air selama periode tertentu diperlukan terutama untuk memperbaiki kondisi aerasi di daerah perakaran, merangsang pembentukan anakan, aktivitas perakaran meningkat, mengurangi populasi hama wereng, menekan laju perlokasi, rembesan, aliran permukaan dan pencucian hara.
Fase pertumbuhan tanaman padi sawah yang memerlukan drainase permukaan (tanpa genangan air) adalah: awal tanam, fase anakan aktif (20 HST), (45 – 55 HST) dan 10 hari menjelang panen. Pada saat penyiangan dan pemupukan biasanya tidak membutuhkan penggenangan air masing-masing sekitar  4 hari. Drainase permukaan juga penting untuk menekan emisi gas metan (efek rumah kaca) dan juga mengurangi keracunan di daerah perakaran.
Tahapan dalam menyusun rekomendasi teknik pengelolaan air untuk suatu lokasi dapat dilaksanakan dengan pertimbangan:
a.    karateristik debet air di saluran sekunder untuk layanan air untuk beberapa petak tersier.
b.    jadwal alokasi air pada tiap petak tersier dan kalender tanam pada tiap petak tersier atau kelompok tani.
c.       rencana mulai pengolahan tanah, tanam dan permintaan air (usulan) dari lembaga pengelolaan air ke dinas pengairan setempat.
d.    pemilihan sejumlah 10 orang petani mewakili wilayah hulu dan 10 petani untuk wilayah hilir terutama yang melakukan budidaya  padi sawah model PTT.
e.      pada tiap-tiap petani kooperator tersebut dipasang satu silinder  terbuka untuk memantau penggenangan air dan penentuan waktu pemberian air. Perubahan tinggi air dicatat setiap hari sejak tanam sampai panen.
f. Koordinasi dengan lembaga pengelolaan air dari dinas pengairan untuk menyesuaikan alokasi air pada tingkat tersier untuk memperluas teknologi hemat air secara berkelanjutan.

2.     Memahami Kebutuhan Air Aktual
Kebutuhan air aktual padi sawah merupakan air yang digunakan untuk evapotranspirasi (ET). Manfaat dari hasil pengukuran kebutuhan air aktual yaitu dapat ditentukannya jumlah kebutuhan air irigasi pada berbagai fase pertumbuhan tanaman ataupun berbasis periode waktu tertentu setelah dikurangi curah hujan efektif.
Kebutuhan air irigasi (I) = ET + S & P – Che.  Curah hujan efektif (Che) diasumsikan sama seperti curah hujan total pada musim kemarau sedangkan pada musim hujan besarnya curah hujan efektif yaitu 80 % dari curah hujan total. Kebutuhan air irigasi berbasis kedalaman air dengan satuan mm/hari dapat dinyatakan dengan basis aliran air dalam satu saluran (debet air) yaitu : bahwa 10 mm/hari = 0,116 lt/dt/ha atau 1 mm/hari = 0,0116 lt/dt/ha. Rata-rata kebutuhan air tanaman pada kebutuhan air tanaman bervariasi menurut lokasi, jenis dan sifat fisik tanah dan klas drainase lahan atau kondisi hidrologi setempat. Kebutuhan air aktual padi sawah secara sederhana dapat diukur dengan menggunakan skala miring pada petakan lisimeter seperti pada gambar 1.   Skala miring dapat dibuat  dari bahan kayu (reng) dan mistar plastik dengan skala 1 : 10 , artinya  bahwa 10 cm pada mistar skala miring sama dengan ketinggian genangan air 1 cm. Pada petakan lisimeter selalu ada genangan  air (sekitar 5 cm) agar pengamatan tiap hari dapat dilakukan yaitu dengan membaca perubahan air pada mistar pada setiap pagi hari. Untuk mencegah keretakan tanah pada pematang, maka pematang dilapis dengan plastik. Pada kondisi tanah yang datar, diperlukan sebuah petakan lisimeter untuk luasan 500 m2 dan pada tanah dengan kemiringan sekitar 5 % dibutuhkan 5 petakan lisimeter. ET aktual dapat diperoleh dari rumus: ET (potensial) x Koefisien Tanaman (kc).
Nilai kc bervariasi dari 0,5 – 0,8. ET potensial dapat diduga dari : E x fp dimana
E: evaporasi panci dan fp adalah faktor panci yang besarnya: 0,4 – 0,6. Data curah hujan diperoleh dari hasil pengukuran penakar hujan dari stasiun klimatologi.

3.     Teknik Drainase Permukaan
Drainase permukaan yaitu membuang kelebihan air akibat curah hujan atau irigasi yang berlebihan dengan tujuan agar tanaman lebih kuat (tidak rebah), kondisi aerobik tanah terjaga dan mengatur pembentukan anakan. Drainase permukaan biasanya dilakukan pada musim hujan. Drainase permukaan biasanya diperlukan pada daerah dengan topografi datar, curah hujan tinggi, pembentukan akar intensif, mengurangi kerebahan batang, dan mineralisasi nitrogen tanah diperbaiki. Fase pertumbuhan tanaman padi sawah memerlukan tindakan  drainase permukaan terutama  menjelang tanaman panen. Drainase permukaan lebih efektif yaitu dengan pembuatan parit tengah (ukuran lebar 30 cm dan dalam 30 cm) dengan jarak 1,5 meter sampai 2,0 meter tergantung tekstur tanah. Pada fase pematangan, tanah perlu didrainase yaitu dua minggu menjelang panen (batas waktu kritis), drainase permukaan yang dilakukan pada waktu seminggu  menjelang panen mengakibatkan kerusakan tanaman dan menggangu proses panen. Selain itu tanaman padi sawah mempunyai masa kritis terhadap ”full submergence” ( pertumbuhan penuh ) dari primordia bunga sampai pembungaan dan dengan tinggi genangan air (25 % dari tinggi tanaman) selama fase tersebut akan mengurangi hasil  20 – 30 %.
Drainase permukaan dapat dilakukan pada umur tanaman 30 – 40 hari setelah tanam (sebelum tercapai anakan maksimal) selama  5 - 7 hari untuk menekan munculnya anakan yang tidak produktif, sehingga tingkat produksi gabah per malai, bobot individu gabah dan hasil meningkat. Teknik ini sesuai dilakukan terutama pada lahan sawah dengan kondisi drainase buruk. Teknik ini dapat dilakukan pada musim hujan maupun kemarau.

4.     Sistem Pengairan Tergenang dan Intermitten
A.  Sistem Pengairan Tergenang
Dalam budidaya tanaman padi, terdapat pengaturan pemberian air secara tergenang.
Hal ini dilakukan dengan pertimbangan:
Hal ini dilakukan dengan pertimbangan:
1)      efisiensi penyaluran 80 % namun memerlukan air sebesar 12.000 m3/ha/musim (Setiobudi dan Kartaatmadja, 2002)
2)     penggenangan dan pengolahan tanah dalam keadaan tergenang untuk menanam padi sawah dapat menyebabkan berbagai perubahan sifat tanah. Perubahan tersebut meliputi sifat morfologi, fisika, kimia, mikrobiologi, maupun sifat-sifat lain sehingga sifat tanah sawah dapat sangat berbeda dari sifat asalnya.
3)  penggenangan tanah dapat meningkatkan pasokan N.
    Pasokan N terjadi karena meningkatnya fiksasi N biologi yang dapat terjadi dalam air permukaan dan dalam tanah tereduksi, serta terjadinya akumulasi yang lebih cepat dari N anorganik karena adanya mineralisasi sumber N organik (Hardjowigeno dan Luthfi, 2005). Namun demikian penggenangan lahan dapat menyebabkan ketersediaan N yang rendah dalam tanah sawah yang tergenang air permanen atau semi permanen. Hal ini terjadi karena di bawah kondisi tersebut mineralisasi N tanah terhambat  sehingga defisiensi N dapat terjadi sekalipun kandungan N tanah cukup tinggi. Penggenangan menyebabkan kerusakan jaringan perakaran akibat terbatasnya pasokan oksigen. Semakin tinggi air, semakin kecil oksigen terlarut. Dampaknya adalah bahwa akar padi tak mampu mengikat oksigen sehingga jaringan perakaran rusak.

    B.  Pengairan berselang (Intermitten)
    Pemberian air secara berselang (intermitten) pada budidaya tanaman padi adalah salah satu metode pengairan yang dapat diukur secara praktis. Pengairan ini disebut juga pengairan basah-kering (PBK)/Alternate Wetting and Drying (AWD, yaitu pengaturan air di lahan  pada kondisi tergenang dan kering secara bergantian. Pengairan berselang adalah sistem pengairan yang direkomendasikan dalam budidaya padi sawah.
    Tujuan dilaksanakannya pengelolaan air dengan sistem ini adalah :


    1)      Untuk menghemat air irigasi sehingga areal yang dapat diairi menjadi lebih luas
    2)     memberi kesempatan pada akar tanaman untuk mendapatkan udara sehingga dapat berkembang lebih dalam
    3)     mencegah timbulnya keracunan besi
    4)     mengurangi kerebahan
    5)     menyeragamkan pemasakan gabah dan mempercepat waktu panen  
    6) memudahkan pengendalian hama keong mas, mengurangi penyebaran hama wereng coklat dan penggerek batang, dan mengurangi kerusakan tanaman padi oleh serangan hama tikus
    Gambar 1. Pengukuran kebutuhan air dengan lisimeter

    1)     Cara Pengelolaan Air
    Air irigasi untuk budidaya tanaman padi dapat dikelola dengan baik, dengan memperhatikan ketersediaan air dan fase tumbuh tanaman. Hal yang harus dilakukan dalam pengelolaan air irigasi antara lain :


      1)      lakukan pergiliran air selang 3 hari, tinggi genangan pada hari pertama diairi 3 cm  dan selama 2 hari berikutnya tidak ada penambahan air, lahan sawah diairi lagi pada hari ke-4
      2)     pada fase pembentukan malai sampai pengisian biji, petakan sawah digenagi terus
      3)     pada 10 – 15 hari sebelum panen, petakan sawah dikeringkan.
      4)     AWD dipraktekkan mulai tanam sampai satu minggu sebelum tanaman berbunga. Sawah baru diairi apabila kedalaman muka air tanah mencapai  + 15 cm, diukur dari permukaan tanah. Hal ini dapat diketahui dengan bantuan alat sederhana dari paralon belubang yang dibenamkan ke dalam tanah.
       


      2)    Keunggulan
      Pemberianair  irigasi secara berselang pada budidaya tanaman padi memiliki keuntungan atau keunggulan antara lain:



      1)      menghematkonsumsi air
      2)     tanaman lebih tahan rebah
      3)     memberi kesempatan akar untuk mendapatkan udara sehingga dapat berkembang lebih dalam
      4)     mencegah penimbunan H2S dan asam organik yang dapat menghambat perkembangan akar
      5)     mengaktifkan jasad renik mikroba karena temperatur tanah meningkat
      6)     pengairan berselang atau intermitten dapat secara efektif mengurangi emisi gas metan sebesar 17 - 66% daripada pengairan terus menerus karena metoda ini dapat memutus daur hidup bakteri methanogen(Baskoro, 2011)
      7)     menghambat perkembangan hama (penggerek batang, wereng coklat, keong mas), dan penyakit (busuk batang dan busuk pelepah daun)
      8)    dapat menekan keracunan tanaman akibat akumulasi besi (Fe) dalam tanah.

                                           
      Gambar 2.  Silinder berlubang untuk mengukur kebutuhan air

      3)    Aplikasi  Pengairan Basah Kering (PBK)
      Salah satu teknik penghematan pemanfaatan air untuk budidaya padi sawah yang mudah diterapkan yaitu alternasi genangan air (flooded) dan non genangan air  berdasarkan fase pertumbuhan tanaman padi sawah. Teknik ini dapat menghemat penggunaan air 15% sampai 30% di banding cara konvensional yaitu dengan penggenangan air secara kontinyu. Selain itu teknik ini dapat meningkatkan produktivitas air, mengurangi populasi wereng coklat, nematoda di daerah perakaran, mengurangi emisi gas metan dan memperbaiki kualitas hasil gabah.
      Secara teknis untuk mengukur kebutuhan air padi sawah  dapat dilakukan dengan memasang sebuah silinder atas terbuka dengan dinding berlubang pada jarak 50 – 75 cm dari pematang.
      Silinder dapat terbuat dari paralon dengan tebal 2 mm, panjang 30 cm dengan diameter atara 20 cm atau terbuat dari bahan metal yang anti karat.
      Untuk lahan datar  dibutuhkan hanya satu alat untuk luas lahan 0,25 ha dan diperlukan dua alat untuk luas lahan yang sama dengan kemiringan 5 persen.
      Pada dinding silinder  dibuat lubang dengan ukuran 5 mm dan jarak antar lubang 2 cm sepanjang 15 cm sedangkan sisa silinder sepanjang 15 cm tidak perlu dilubangi. Selanjutnya bagian silinder yang telah dilubangi dibenamkan ke dalam tanah sedalam 15 cm dan 15 cm bagian  yang tidak dilubangi berada di atas permukaan tanah.
      Tanah yang ada dalam silinder  sedalam 15 cm dikeluarkan dan diratakan pada bagian dasarnya. Perlu diperhatikan bahwa pada saat pemasangan maka 2-3 hari setelah tanam kondisi tanah tidak boleh digenangi air. Agar permukaan  alat dalam posisi horizontal maka setelah silinder dipasang diperiksa dengan waterpas.

      Gambar 3. Posisi pemasangan silinder di petak sawah

      4)    Cara Pengamatan
                              Untuk mengetahui keadaan air di petak sawah maka dilakukan pengamatan terhadap alat dengan memperhatikan hal-hal sebagai berikut:


        1)      waktu pengamatan yaitu pada pagi hari dilakukan cukup 1 kali;
        2)     untuk mengamati perubahan tinggi air  dalam silinder dibutuhkan mistar (30 cm) dan ajir bambu;
        3)     tempat pengukuran tidak boleh berubah posisi;
        4)     ajir bambu dimasukkan ke dalam silinder selanjutnya diangkat dan bagian yang basah diukur dengan mistar;
        5)     dengan standar titik nol  pada bagian atas silinder maka dapat dihitung besarnya perubahan air tiap hari dalam satuan sentimeter;
        6)     apabila posisi air di atas permukaan tanah maka pengukuran bernilai positif dan bernilai negatif  apabila air berada di bawah permukaan tanah;
        7)     waktu pemberian air dilakukan setelah air dalam silinder turun sampai 15 cm dari permukaan tanah ;
        8)    Apabila terjadi hujan dan mengakibatkan tinggi air dalam silinder lebih dari 5 cm  maka dilakukan pembuangan air.

         
        cara pemasangan dan pengamatan

        Tidak ada komentar:

        Posting Komentar