Jumat, 01 Desember 2017

CARA MELAKUKAN ANALISA TANAH


A.   Tahapan Uji Tanah
Tanah mempunyai sifat sangat kompleks, terdiri atas komponen padatan, cair dan udara. Ketiga komponen pembentuk tanah tersebut berinteraksi dan selalu berubah mengikuti perubahan di atas permukaan tanah yang dipengaruhi oleh radiasi matahari, air dan udara. Akibatnya tanah tidak pernah berada dalam kondisi setimbang, selalu berubah dalam ruang dan waktu.
Perubahan yang selalu terjadi dalam tanah dapat dinilai keadaanya dengan suatu metode tertentu. Dalam arti mengkuantifikasi sifat-sifat tanah untuk memudahkan karakterisasi dan penilaian sifat-sifat tanah.  Sampai saat ini, metode yang paling sering digunakan untuk mengkuantifikasi sifat-sifat tanah adalah uji tanah, baik untuk sifat fisik, kimia maupun biologi tanah.
Uji tanah adalah cara penentuan status unsur hara di dalam tanah dan sifat fisik tanah secara cepat dan akurat serta dapat diulang dengan analisis sifat fisik dan kimia tanah. Hasil uji tanah dapat digunakan sebagai dasar rekomendasi pemupukan maupun reklamasi lahan secara efisien, rasional dan menguntungkan. Uji tanah untuk menilai kualitas tanah diwakili oleh sebongkah contoh tanah utuh atau sekantong contoh tanah komposit. Oleh karena itu, pengambilan contoh tanah di lapang merupakan tahapan penting dalam penetapan sifat fisik dan kimia tanah di laboratorium.  
Kesalahan dalam pengambilan contoh tanah di lapang merupakan salah satu sumber kesalahan yang besar terhadap hasil uji tanah.

B.      Pengambilan Contoh Tanah
1. Areal Pengambilan Contoh Tanah
Contoh tanah yang diambil harus mewakili lahan yang akan dikembangkan atau sedang dievaluasi. Pengambilan contoh tanah harus dengan cara yang benar, agar penyusunan rekomendasi pemupukan dapat dilakukan dengan tepat dan akurat. Hasil uji tanah tidak akan bermanfaat apabila contoh tanah yang diambil tidak mewakili areal yang sedang dievaluasi dan pengambilannya tidak dengan cara yang benar.
2. Saat pengambilan contoh tanah
Contoh tanah dapat diambil setiap saat, namun tidak boleh dilakukan beberapa hari setelah pemupukan. Secara umum, pada lahan yang tidak intensif diusahakan, contoh tanah dapat diambil empat tahun sekali. Sebaliknya pada lahan yang diusahakan secara intensif, contoh tanah perlu diambil paling sedikit satu tahun sekali.
3.  Cara pengambilan contoh tanah
Sebelum melakukan pengambilan contoh tanah, sebaiknya memperhatikan keseragaman areal atau hamparan. Pada areal yang akan diambil contoh tanahnya, diamati dahulu keadaan topografi, tekstur, warna tanah, pertumbuhan tanaman, penggunaan tanah, input (pupuk organik dan anorganik, kapur, dan sebagainya), dan rencana pertanaman yang akan datang. Berdasarkan pengamatan tersebut dapat ditentukan satu hamparan yang relatif homogen, yaitu tidak dicirikan oleh perbedaan-perbedaan yang nyata, seperti warna tanah dan pertumbuhan tanaman (Balai Penelitian Tanah, 2004).  Keterangan tentang kondisi areal atau hamparan tempat pengambilan contoh tanah sebaiknya dicatat. Informasi tersebut ditambah dengan keterangan tentang tujuan pengambilan contoh tanah, sistem irigasi yang ada di lokasi, dan penggunaan serta pola tanam sangat bermanfaat sebagai bahan pertimbangan dalam penyusunan rekomendasi pemupukan.
Untuk keperluan evaluasi kesuburan lahan, maka contoh tanah yang diperlukan adalah contoh tanah komposit:
1.        Contoh tanah komposit adalah contoh tanah campuran dari 10—15 contoh tanah individu. Satu contoh tanah komposit mewakili hamparan yang homogen sekitar 10—15 ha. Pada lahan miring dan bergelombang, satu contoh tanah komposit mewakili areal sekitar 5 ha tergantung kemiringan lereng.
2.        Pada lahan datar, tentukan tempat/titik pengambilan contoh tanah individu, dengan cara sistematik, seperti sistem diagonal atau zig-zag atau acak (Gambar 1).
Gambar 1.Cara pengambilan contoh tanah pada tanah datar


3.    Pada lahan berlereng, pengambilan contoh tanah seperti pada Gambar 2.

Gambar 2. Areal pengambilan contoh tanah pada lahan berlereng


4.    Bersihkan permukaan tanah dari rumput, batu atau kerikil, dan sisa tanaman atau bahan organik segar/serasah.
5.    Cangkul tanah sedalam lapisan olah (20 cm). Pada sisi bekas cangkulan tersebut diambil contoh tanah setebal 1,5 cm dengan menggunakan skop. Apabila menggunakan bor tanah, maka di setiap titik pengambilan dibor sedalam 20 cm (Gambar 3).
6.    Campur dan aduk contoh tanah individu (10—15 contoh) dalam satu tempat (ember, baskom atau plastik), kemudian dibersihkan dari sisa akar tanaman. Selanjutnya ambil kira-kira 1 kg. Masukkan ke dalam kantong plastik dan beri label atau keterangan. Campuran ini merupakan contoh tanah komposit.
7.    Contoh tanah tidak boleh diambil dari pematang, selokan, bibir teras, tanah tererosi, sekitar rumah dan jalan, bekas pembakaran sampah atau sisa tanaman atau jerami, bekas penimbunan pupuk, kapur atau bahan organik.
Gambar 3. Pengambilan contoh tanah komposit di lapang

4.  Kedalaman pengambilan contoh tanah
Kedalaman pengambilan contoh tanah tergantung tujuan pengambilan
1.        Untuk evaluasi keharaan, contoh tanah umumnya diambil pada daerah perakaran, sekitar 20 cm untuk analisis P, N-NO3, N-NH4, S, dan unsur mikro yang berkorelasi dengan hasil tanaman dan serapan hara.
2.        Pada lahan irigasi, selain di daerah perakaran, contoh tanah sebaiknya juga diambil pada kedalaman antara 60-100 cm, terutama untuk memonitor pencucian N-NO3 dan salinitas.

5. Alat-alat yang diperlukan
1.    Peralatan yang digunakan untuk mengambil contoh tanah harus bersih, bebas dari karat.
2.    Untuk analisis unsur mikro sebaiknya menggunakan peralatan dari stainless steel.
3.    Peralatan tidak terkontaminasi bahan-bahan yang dapat mempengaruhi hasil uji misalnya pupuk anorganik dan pupuk organik atau bahan lainnya.
4.    Peralatan yang umum digunakan setidaknya adalah cangkul, skop, pisau, bor tanah, ember/baskom, kantong plastik, dan kotak contoh.
5.    Kantong plastik yang digunakan harus baru.

6.  Penanganan contoh tanah
1.    Contoh tanah harus dikering-anginkan dalam waktu 12 jam setelah diambil untuk mencegah terjadinya mineralisasi bahan organik oleh mikroba.
2.    Pengeringan dapat juga dilakukan dengan oven pada suhu 30 oC.

C.      Penetapan pH tanah
Salah satu sifat fisiologik dari larutan tanah adalah reaksinya. Jasad mikro dan tanaman memberikan respon nyata terhadap lingkungan kimia tanah, reaksi tanah, dan faktor-faktor yang berkaitan dengan reaksi tersebut. Keadaan masam umumnya dijumpai pada daerah-daerah dengan curah hujan tinggi. Dalam keadaan demikian basa-basa mudah tercuci dari kompleks serapan. Sebaliknya, kealkalian terjadi bila dijumpai kejenuhan basa yang tinggi.  Adanya garam-garam, terutama Ca, Mg dan Na karbonat menyebabkan ion hidroksi dijumpai dalam jumlah banyak dalam larutan tanah. Tanah bereaksi basa merupakan tanah khas daerah kering dan agak kering. Hilangnya Ca dan Mg dari permukaan serapan karena pencucian, menyebabkan pH tanah berangsur-angsur menjadi lebih masam. Akibatnya di daerah basah (curah hujan tinggi), jumlah Ca-dd dan Mg-dd nyata berkorelasi dengan pH tanah. Apabila pH tanah mineral rendah, sejumlah Al, Fe dan Mn menjadi larut sehingga dapat meracuni tanaman. Pada daerah kering terdapat hubungan nyata antara pH dengan Na-dd. Kekurangan Fe dan Mn hanya terjadi pada tanah pasir yang dikapur terlalu banyak atau di tanah alkalin di daerah kering.
Aktifitas P tanah berbanding terbalik dengan pH tanah. Akibat menurunnya pH tanah, aktifitas Fe, Al, dan Mn akan meningkat. P tanah diikat sebagai senyawa kompleks Fe, Al, dan Mn yang tidak larut dalam air dan tidak tersedia untuk tanaman. Fiksasi meningkat jika pH <5 pada="" ph="">7,0 senyawa Ca-P kompleks yang tidak larut dalam air terbentuk. Oleh karena itu, korelasi antara tersedianya P dengan reaksi tanah pada kisaran pH 6—7 perlu diperhatikan. Pada kisaran pH tersebut fiksasi P sangat minim, sehingga ketersediaannya maksimum. Secara ringkas hubungan antara pH tanah dengan ketersediaan unsur hara disajikan pada Tabel 1.
Tabel 1. Unsur hara tanaman yang mungkin kahat dalam hubungannya  
              dengan pH tanah.

pH tanah
Unsur hara yang mungkin kahat
4 - 5
 Mo, Cu, Mg, B, Mn, S, N, P, K
5 - 6
 Mo, Mg, S, N, P, K, Ca
6 - 7
 Mg
7 - 8
 Cu, B, Fe, Mn, Zn
8 - 9
 Cu, B, Fe, Mn, N, Zn
9 -10
 Cu, Fe, Mn, Mg, Ca, Zn
Sumber: ICAR (1987)

Adanya korelasi antara pH tanah dengan ketersediaan unsur hara dalam tanah dan kebutuhan kapur menjadikan penetapan pH tanah menjadi pekerjaan rutin. Cara penetapan pH tanah adalah mudah, sangat cepat dan akurat.
1.    Penetapan pH tanah cara elektrometrik
Cara pengukuran pH yang akurat adalah dengan pH-meter di laboratorium. Melalui metode elektrometrik, yaitu kadar ion hidrogen dalam larutan tanah dibandingkan terhadap suatu baku elektrode hidrogen.
2.    Penetapan pH tanah metode warna


Penetapan pH tanah metode warna sangat sederhana dan mudah, tetapi kurang akurat dibandingkan dengan cara elektrometrik. Cara ini menggunakan berbagai indikator sebagai petunjuk pH. Berbagai indikator pH akan berubah warna jika pH tanah berubah. Titik perubahan warna digunakan untuk memperkirakan pH tanah.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar